jannonews.com – Tahun ini, Oslo Forum mengangkat tema “mediation against all odds” yang berarti “mediasi di tengah situasi yang serba sulit.” Tema ini sangat relevan mengingat meningkatnya konflik dan perang di dunia, seperti yang terjadi di Gaza dan Ukraina. Oslo Forum adalah pertemuan tahunan yang diselenggarakan oleh Norwegia, di mana para mediator dan negosiator dari berbagai negara diundang untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman.
Tahun ini adalah keempat kalinya saya diundang ke Oslo Forum, sebuah pengakuan atas peran aktif yang terus dimainkan Indonesia dalam isu-isu internasional, termasuk Myanmar, Afghanistan, dan Palestina. Saya juga mendapat kehormatan untuk berbicara di sesi utama forum, yaitu di pembukaan pleno, bersama Perdana Menteri Norwegia, Presiden Somalia, dan Menteri Negara dari Qatar. Moderator diskusi tersebut adalah wartawan senior BBC, Lyse Doucet.
Partisipasi dalam sesi pembukaan ini merupakan pengakuan terhadap peran Indonesia yang selalu aktif dalam memajukan perdamaian internasional. Masing-masing panelis membahas tantangan yang dihadapi mediator di tengah semakin kompleksnya konflik dan perang. Dalam diskusi, saya menyampaikan bahwa tidak semua negara dapat menjadi mediator, tetapi setiap negara dapat berkontribusi untuk mewujudkan perdamaian dan menciptakan situasi yang kondusif untuk perdamaian. Saya juga mengusulkan agar diskusi diperluas, bukan hanya “mediation against all odds” tetapi juga “mediation and peace-making against all odds.”
Jumlah konflik dan perang semakin bertambah dari tahun ke tahun. Sebagai contoh, tahun lalu tidak ada perang di Gaza, tetapi tahun ini lebih dari 36 ribu orang terbunuh di sana, hampir separuhnya adalah anak-anak. Upaya untuk mencapai perdamaian tidak mudah karena pihak-pihak yang berkonflik sering kali tidak ingin atau belum siap berdamai. Mereka beranggapan bahwa berdamai berarti menyerah. Oleh karena itu, kita harus meyakinkan semua pihak yang berkonflik untuk meninggalkan pendekatan zero-sum game.
Sifat konflik juga semakin kompleks karena dipengaruhi oleh politik domestik dan rivalitas geopolitik yang membuat situasi semakin rumit. Konflik biasanya terjadi karena perbedaan terhadap suatu isu, tetapi semakin lama sifatnya menjadi semakin kompleks karena dipengaruhi oleh politik domestik dan rivalitas geopolitik. Saya juga menekankan pentingnya penghormatan terhadap hukum internasional dalam setiap upaya untuk menyelesaikan konflik.
Saya juga menekankan pentingnya penguatan sistem multilateral untuk menciptakan perdamaian. Sistem multilateral saat ini sudah tidak mampu menyelesaikan konflik secara efektif. Mediasi selalu memerlukan waktu yang panjang. Sambil menunggu hasil mediasi, kita dapat melakukan banyak hal. Contohnya, untuk Palestina, dua hal penting yang dapat dilakukan adalah memperlancar bantuan kemanusiaan dan mempersiapkan Palestina dalam bernegara, antara lain melalui pengakuan dan keanggotaan penuh di PBB.
Dalam konteks ini, saya menyampaikan penghargaan kepada Norwegia yang telah memutuskan untuk mengakui Palestina pada 28 Mei lalu. Saat saya berbicara mengenai pengakuan terhadap Palestina, hadirin yang hadir semua bertepuk tangan.
Selain menghadiri Oslo Forum, saya juga melakukan banyak pertemuan bilateral. Pertama, saya bertemu dengan Perdana Menteri Norwegia. Fokus pembahasan adalah mengenai Palestina, terutama bagaimana bekerja sama untuk menggalang dukungan agar lebih banyak negara mengakui Palestina. Dalam pertemuan, Norwegia juga berkomitmen untuk memperkuat kerja sama di bidang kehutanan dan perubahan iklim.
Pertemuan kedua adalah dengan Utusan Khusus Inggris untuk isu Myanmar dan Direktur Afghanistan Kementerian Luar Negeri Inggris. Pertemuan ketiga dengan Menteri Negara Qatar, Dr. Al-Khulaifi. Pertemuan keempat dengan Komisioner Tinggi HAM PBB, Mr. Volker Türk. Pertemuan kelima dengan Ketua Afghanistan Future Thought Forum, Ibu Fatima Gailani. Pertemuan keenam dengan Direktur Regional Timur Tengah dan Afrika Utara dari Centre for Humanitarian Dialogue, Mr. Romain Grandjean. Pertemuan ketujuh dengan Utusan Khusus AS untuk Afghanistan, terutama untuk pendidikan perempuan, yaitu Rina Amiri. Pertemuan kedelapan dengan Utusan Khusus Uni Eropa untuk Afghanistan, Mr. Tomas Niklasson.
Dari semua pertemuan tersebut, isu Myanmar, Afghanistan, dan Palestina selalu dibahas. Pembahasan mengenai isu Myanmar berkisar pada peran ASEAN yang masih terus diakui dan diharapkan oleh dunia internasional. Saat ini, dunia internasional cukup khawatir karena melihat situasi yang memburuk dengan meningkatnya bentrokan antara junta militer dan Ethnic Armed Organisations (EAO).
Pembahasan mengenai isu Afghanistan sebagian besar terfokus pada persiapan penyelenggaraan Pertemuan Doha III, yang rencananya akan diselenggarakan di Doha pada 30 Juni – 1 Juli 2024. Indonesia diundang dalam pertemuan tersebut, dan sebagai informasi, Indonesia juga berpartisipasi dalam Doha I dan Doha II, di mana saya hadir langsung. Bersama dengan Qatar, Indonesia banyak berperan dalam menjembatani perbedaan dan memperkuat peran perempuan di Afghanistan.
Dalam pertemuan-pertemuan di sela-sela Oslo Forum, semua pihak mengapresiasi peran yang terus dimainkan oleh Indonesia dalam isu Afghanistan. Sementara untuk isu Palestina, terdapat harapan besar agar resolusi Dewan Keamanan PBB terbaru mengenai Palestina dapat dijalankan sehingga perang dapat segera berakhir.
Selain itu, saya juga menjadi narasumber dalam podcast yang di-host oleh Center for Humanitarian Dialogue yang membahas mengenai mediasi dan perdamaian. Sama seperti diskusi lainnya, isu yang dibahas dalam podcast adalah apresiasi peran Indonesia dalam isu Myanmar, Afghanistan, dan Palestina.
Demikian yang saya sampaikan dari Oslo. Dari sini, saya akan menuju ke Helsinki untuk melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Finlandia dan melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden Finlandia.